Artikel,
Edukasi,
Multikulturalisme adalah situasi di mana semua kelompok budaya atau ras yang berbeda dalam suatu masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama, dan tidak ada yang diabaikan atau dianggap tidak penting.
Multikulturalisme biasanya terbentuk dalam skala nasional atau dalam komunitas pada suatu bangsa dan negara. Hal ini dapat terjadi baik secara alami melalui imigrasi, atau secara artifisial ketika yurisdiksi budaya yang berbeda dipersatukan melalui keputusan legislatif, seperti dalam problem Perancis dan Inggris Kanada.
Dalam ilmu sosiologi, multikulturalisme adalah sebuah gambaran cara di mana masyarakat tertentu berdampingan dengan keragaman budaya. Berdasarkan asumsi yang mendasari bahwa sebuah budaya yang seringkali berbeda dapat hidup berdampingan secara damai, multikulturalisme mengungkapkan pandangan bahwa masyarakat diperkaya dengan melestarikan, menghormati, dan bahkan mendorong keragaman budaya.
Misalnya di bidang filsafat politik, multikulturalisme adalah mengacu pada cara-cara di mana masyarakat multikulturalisme memilih untuk merumuskan dan menerapkan kebijakan resmi yang berhubungan dengan perlakuan yang adil terhadap budaya yang berbeda.
Multikulturalisme adalah cara suatu masyarakat menghadapi keragaman budaya, baik di tingkat nasional maupun di tingkat komunitas.
Baca juga : Filosofi Ikigai: Memahami Nilai dan Tujuan Hidup
Multikulturalisme berkembang menurut salah satu dari dua teori yaitu teori “melting pot” atau teori “salad bowl”. berikut penjelasan lebih detail tentang teori tersebut.
Teori peleburan atau melting pot ini mendefinisikan bahwa berbagai kelompok imigran akan cenderung “melebur atau mencair bersama”, mengesampingkan budaya masing-masing dan akhirnya berasimilasi sepenuhnya ke dalam masyarakat yang dominan.
Biasanya digunakan untuk menggambarkan asimilasi imigran ke Amerika Serikat, teori peleburan sering diilustrasikan oleh metafora pot peleburan pengecoran di mana unsur-unsur besi dan karbon dilebur bersama untuk menciptakan satu logam yang lebih kuat—baja.
Pada tahun 1782, J. Hector St. John de Crevecoeur, seorang imigran Prancis-Amerika menulis bahwa di Amerika individu dari semua bangsa ‘dilebur’ menjadi ras manusia baru, yang kerja keras dan keturunannya suatu hari akan menyebabkan perubahan besar di dunia.”
Teori salad bowl adalah sebuah teori multikulturalisme yang lebih liberal daripada melting pot, teori salad bowl menggambarkan masyarakat yang heterogen (masyarakat hidup berdampingan tetapi mempertahankan setidaknya beberapa karakteristik unik dari budaya tradisional mereka).
Seperti bahan dan isi salad yang beragam, budaya yang berbeda disatukan, tetapi alih-alih menyatu menjadi satu budaya homogen, pertahankan cita rasa mereka sendiri yang berbeda. Di Amerika Serikat, New York City, dengan banyak komunitas etnis yang unik contohnya “Little India” dan “Chinatown” dianggap sebagai contoh masyarakat salad bowl.
Namun model salad bowl memiliki dampak negatif misalnya dapat memecah belah masyarakat sehingga menimbulkan prasangka dan diskriminasi. Selain itu, para kritikus menunjuk pada studi tahun 2007 yang dilakukan oleh ilmuwan politik Amerika Robert Putnam yang menunjukkan bahwa orang yang tinggal di komunitas multikultural mangkuk salad cenderung tidak memilih atau menjadi sukarelawan untuk proyek perbaikan komunitas.
Masyarakat multikulturalisme ditandai oleh orang-orang dari berbagai ras, etnis, dan kebangsaan yang hidup bersama dalam komunitas yang sama. Dalam komunitas masyarakat multikultural, orang mempertahankan, mewariskan, merayakan, dan berbagi cara hidup, bahasa, tradisi, dan perilaku budaya mereka yang unik.
Pew Research Center melakukan sebuah studi tahun 2018 yang dilakukan oleh menemukan bahwa generasi “pra-milenial” yang berusia 6 – 21 tahun adalah generasi yang paling beragam dalam masyarakat Amerika.
Beberapa contoh bagaimana multikulturalisme telah mempengaruhi bidang sosial dan politik ditemukan dalam revisi kurikulum, khususnya di Eropa dan Amerika Utara, dan perluasan sastra Barat dan kanon lainnya yang dimulai pada kuartal terakhir abad ke-20.
Kurikulum dari tingkat dasar hingga universitas direvisi dan diperluas untuk memasukkan kontribusi kelompok budaya minoritas dan terabaikan. Revisi itu dirancang untuk mengoreksi apa yang dianggap sebagai perspektif Eurosentris palsu yang terlalu menekankan kontribusi kekuatan kolonial Eropa kulit putih dan meremehkan kontribusi yang dibuat oleh penduduk asli dan orang kulit berwarna.
Selain koreksi itu, kontribusi yang telah dilakukan kelompok budaya di berbagai bidang telah ditambahkan ke kurikulum untuk memberikan pengakuan khusus atas kontribusi yang sebelumnya diabaikan. Pembentukan Bulan Sejarah Afrika Amerika, Bulan Warisan Hispanik Nasional, dan Bulan Warisan Penduduk Asia Amerika dan Kepulauan Pasifik di Amerika Serikat adalah salah satu contoh dari gerakan tersebut.
Penambahan karya oleh anggota kelompok budaya minoritas ke dalam kanon karya sastra, sejarah, filosofis, dan artistik lebih jauh mencerminkan keinginan untuk mengakui dan memasukkan kontribusi multikultural pada budaya yang lebih luas secara keseluruhan.
Multikulturalisme adalah sebuah kunci untuk mencapai tingkat keragaman budaya yang banyak. Keanekaragaman berasal dari percampuran orang-orang dari berbagai ras, kebangsaan, etnis, agama dan filosofi yang berkumpul untuk membentuk sebuah komunitas.
Saat ini di seluruh negara, di tempat kerja, dan di sekolah semakin banyak dan terdiri dari berbagai kelompok budaya, ras, dan etnis. Dengan mempelajari tentang keberagaman dari suatu komunitas, komunitas membangun kepercayaan, rasa hormat, dan pemahaman di semua budaya.
Demikian penjelasan tentang masyarakat multikultural. Ingin belajar lebih lanjut di Universitas yang berstandar Internasional dan mendapatkan dual degree di University of Arizona sekaligus? Yuk belajar bersama Sampoerna University. Info lebih lanjut silahkan klik link disini.
Source:
ThoughtCo. – Multiculturalism
Britanica.com – Multiculturalism